Rabu, 13 Maret 2013

Revolusi Perpajakan 1983 (14): SEKARANG RAKYAT JADI MAJIKAN PEMERINTAH





Kita semua sudah memahami, pajak adalah transaksi antara rakyat pembayar pajak dengan Pemerintah yang menerima serta mengelola uang pajak tersebut. Oleh sebab itu jika pada awal-awal revolusi perpajakan tahun 1983, kita membangun kesadaran rakyat serta menggalang patriotisme mereka dalam memenuhi kewajiban kenegaraannya dengan membayar pajak, kini saatnya kita menggalang kesadaran Pemerintah sebagai pengguna uang pajak agar amanah, sekaligus menggalang keberanian rakyat untuk menggunakan haknya mengawasi dan menuntut keamanahan Pemerintah.

Kita semua tanpa kecuali, sejak bayi di dalam kandungan  hingga masuk ke liang kubur, sudah harus membayar pajak. Vitamin, obat-obatan serta makanan bergizi yang dibeli oleh seorang ibu guna menjaga pertumbuhan bayi di dalam kadungannya, harus membayar PPN. Demikian pula kain kafan atau pakaian yang  dikenakan pada jenazah, juga membayar PPN. Sungguh benar joke yang menyatakan, manusia tidak bisa menghindar dari dua hal, yaitu kematian dan pajak. Karena memang hampir semua yang kita konsumsi, tanpa kita sadari sudah harus membayar pajak. 

Mari coba kita renungkan, mengkonsumsi apa saja kita hari ini? Air kemasan, mie instan, kopi, teh? Beli baju, bensin dan lain-lain? Untuk semua itu Pemerintah telah membebani anda Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 persen dari harga yang anda bayar.

Jadi jika anda belanja Rp.15.000,- berarti pajak anda Rp.1500,- tak peduli siapa anda, konglomerat atau buruh, kaya atau miskin. Maka apabila ada orang yang menyatakan anda tidak membayar pajak, maka samadengan bohong, pembodohan sekaligus penghinaan kepada rakyat. Oleh sebab itu, banggalah anda sebagai pembayar pajak, meski belum atau tidak memiliki Nomor  Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Sebagaimana diuraikan di atas, pajak adalah proses pertukaran antara warga negara dengan Pemerintah. Rakyat membayar pajak dan negara menukarnya dengan pelayanan serta perlindungan, yakni dua komoditi utama yang dibutuhkan rakyat. Seperti pada umumnya proses pertukaran, maka mutu dari barang-barang atau komoditi atau jasa menjadi sangat penting. Rakyat akan patuh memenuhi kewajibannya membayar pajak, jika mutu dan pelayanan Pemerintah baik. Bila tidak, mereka berhak menegur sampai dengan kalau perlu menolak membayar pajak.

Yang dimaksud pelayanan Pemerintah bukanlah pelayanan  aparat pajak semata-mata, tetapi seluruh pelayanan Pemerintah dan seluruh aparat negara tanpa kecuali, termasuk para wakil rakyat di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Pusat maupun Daerah.

Lantaran membayar pajak, maka kini rakyat bisa disebut majikan dari aparat Pemerintah mulai dari Presiden, para Jenderal sampai petugas Satuan Pengamanan di kantor-kantor Pemerintah.  Sebab gaji serta segala fasilitas mereka itu memang dibiayai dengan uang pajak dari rakyat, yang dikumpulkan serupiah demi rupiah. Mobil mewah anti peluru yang dinaiki Presiden, juga pistol, peluru dan mobil sirine pak polisi, semua dibeli dengan uang rakyat. Maka sudah seharusnya Presiden, anggota DPR, TNI-Polri dan semua aparat negara, harus secara sadar dan amanah melayani serta  mengabdi kepada majikannya, yaitu rakyat.

Masyarakat Jakarta–Bogor–Depok–Tangerang–Bekasi (Jabodetabek) khususnya rakyat Jakarta yang baru-baru ini kebanjiran misalkan, adalah patriot di era global sekarang ini. Karena paling tidak mereka sudah membayar PPN.
Hormat kita kepada rakyat pembayar pajak, karena keringat yang terkandung di dalam uang pajaknya, telah menjadi darah bagi kehidupan negara. Sungguh tanpa pajak rakyat, negara akan runtuh.

Sebuah contoh keluhan dari seorang korban banjir di daerah Jakarta Timur, Januari 2013 yang lalu mengenai penderitaannya akibat banjir, ditambah pemadaman listrik dan air dari Perusahaan Air Minum Daerah, membuka mata kita semua bahwa peningkatan penerimaan pajak tidak berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan Pemerintah, tetapi berbanding lurus dengan peningkatan korupsi yang menjadi berita-berita utama media massa beberapa tahun belakangan ini, bahkan menjadi pendamping berita banjir, dan masih terus berlanjut sementara banjirnya sudah surut.

Karena pajak adalah transaksi antara rakyat dengan Pemerintah, maka rakyat berhak menuntut pelayanan dan perlindungan Pemerintah dari segala ancaman termasuk banjir, kemacetan lalulintas, wabah penyakit dan lain-lain. Pemerintah yang amanah seharusnya malu, mengapa banjir dan macet yang sudah berlangsung belasan tahun bukannya teratasi, malah makin menggila.

Rakyat yang sudah rela membiaya Pemerintahan serta menggaji para aparat pemerintah dan negara, harus digalang pemahaman dan kesadarannya akan hal itu, demi keseimbangan antara hak dan kewajiban, baik rakyat yang membayar pajak maupun aparat yang mengelolanya. Para elit, pejabat negara dan birokrat jangan mentang-mentang. Mereka harus amanah dalam mengelola uang pajak rakyat. Para elit jangan zolim dengan berpesta pora di atas penderitaan dan keringat rakyat, apalagi mengkorupsi uang rakyat tersebut. Sesungguhnyalah, rakyat adalah majikan Pemerintah, yang harus dibahagiakan dan dimuliakan kehidupannya. Aamiin.(Tamat).


Depok, 05 Februari 2013.


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda